NahdlatulUlama (NU) adalah organisasi masyarakat (Ormas) Islam terbesar di Indonesia yang lahir pada tahun 1926 di Surabaya. Bicara soal NU, yang terbayang tentu K.H. Hasyim Asy‘ari selaku Rais Am pertama dan sebagai figur yang disegani oleh berbagai ulama tanah air, tetapi ketika menilik lebih jauh kisah tentang sejarah berdirinya NU tentu tidak lepas RumusanPancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk filsafat hukum negara Indonesia, Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku, ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang majemuk, untuk itu muncullah Bahkandiantara organisasi ada yang didirikan oleh para santri seperti Taswirul Afkar, Nahdlatul Ulama, Perti, Perhimpunan Para ulama dan lain-lain. Disini kiprah pesantren dalam merebut kemerdekaan begitu jelas perannya. 8 Pada tahun 1950 Konsulat NU (Nahdlatul Ulama’) Sunda Kecil 9. Pada tahun 1952 Ketua Badan Penasihat Masyumi Daerah Lombok 10. Pada tahun 1953 Mendirikan Organisasi Nahdlatul Wathan. 11. Pada tahun 1953 Ketua Umum PBNW pertama 12. Pada tahun 1953 merestui terbentuknya NU dan PSII di Lombok 13. Pada tahun 1954 merestui 11.Biografi dan Kisah Imam Nawawi Al Bantani. Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi adalah ulama’ yang sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. G7uV7W. p> The article endeavors to trace power relationship between muslim religious leaders ulama and islamic boarding school pesantren in the political dynamics of Nahdlatul Ulama NU. Both entity are not only an essential element needed to pressure political and cultural for NU, but also the National Awakening Party PKB as a political party for nahdliyyin. The existence of organizational conflicts that occurred in the PKB also influence the dynamics of the NU that resulted fragmentation among ulama and pesantren. The implication is there a divergence of politics and culture among ulama and pesantren in the base region of Central Java and East Java. Abstract The existence of ulama and dayah in political dynamics in Aceh has occurred for a long time, simultaneously with the development of Islam in Aceh. Ulama in Aceh has been playing as the main actors behind the successful political indicator in many phases, namely; empire phase, independence phase, new order orde baru phase until the phase of reformation. The doctrines played by ulama through religious languages have received great support from people in Aceh. This study employs the qualitative research approach with three main techniques of data collection, namely interview, observation and documentation. The result showed that there has been the participation from ulama and santri dayah in Aceh during 2019 General Election GE. Such participation was reflected from the full support from ulama by calling up the political machine from santri dayah during 2019 GE, and deciding a political attitude by taking side on one of the candidates by holding a fundamental belief that Islam does not forbid ulama to participate in the political practice. Abstrak Eksistensi ulama dan dayah dalam dinamika perpolitikan di Aceh telah berlangsung sejak lama, seiring berkembangnya Islam di Aceh. Dari berbagai fae perkembangan perpolitikan di Aceh, dari fase kerajaan, fase kemerdekaan, fase orde baru hingga fase reformasi telah ditemukan pula indikator suksesnya politik di Aceh akibat permainan aktor utama yaitu ulama . Ulama melalui doktrin-doktrin yang disebarkan melalui bahasa-bahasa agama, sehingga mendapat dukungan penuh dari kalangan masyarakat di Aceh. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data tiga macam cara yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat partisipasi ulama dan santri dayah di Aceh pada Pemilu 2019. Partisipasi tersebut tampak terhadap dukungan penuh ulama dengan mengerahkan “mesin politik” yaitu santri dayah terhadap Pemilu 2019, dan mengambil sikap politik berpihak kepada salah satu calon dalam Pemilu 2019 dengan landasan utama berpijak bahwa Islam tidak melarang ulama berpolitik. Keywords ulama, santri, dayah, politics, general election, AcehTaufik AlaminSince the thirteenth century AD, the presence of a new model of Sufism, neo-Sufism, has impacted the infiltration of political identity in the spiritual flow of the tarekat practicing society. The spiritual world of Sufism has experienced a paradigm shift in thinking, from what was originally a movement that balances the hereafter and the worldly things, but in the end this movement is also considered very pragmatic-contextual that enters the socio-political dimension. This article wants to provide a new understanding of how the balanced relationship between Sufism and politics occurs in the Mataraman community, Kediri, East Java. By using the non-participant observer technique, this article produces two things first, the political culture formed in the Kediri Mataraman society has a centralized pattern, where both tarekat congregations and ordinary people devote themselves to any field of social problems to a kiai. Sufi kiai becomes the main role models because they are considered pious people for the Mataraman community. This recognition of the Sufi kiai figure forms a group of socio-political systems. Second, the political pyramid that developed in the people of Kediri City follows a hierarchical-centralized pyramid pattern, where the kiai/murshid tarekat are ordained as the movers and creators of the foremost political culture after the Kediri city government and business bureaucrats. This pattern of social structure becomes the link so that leadership can be achieved and become the material for formulating political the research into Junaid Sulaeman as the most famous Islamic Cleric in South Sulawesi was extensively undertaken, little empirical research addressed his political biography. This research aimed to explore his political Hijrah from Islamic fundamentalism to Islamic moderate. This research adopted a biography study design. To collect data, a documentary analysis based on Junaid Sulaeman’s diary and in-depth interview were conducted. The data analysis was carried out thematically using Azra’s and Al-Jauhari’s concept of fundamental and moderate Islam. The research revealed three findings. First, Junaid Sulaeman’s political Hijrah was conducted from Darul Islam toward Golongan Karya party. Second, the factors that drove Junaid Sulaeman’s participation in the political movement included the changing of socio-political context, the breadth and depth of his religious knowledge, the need to get Allah's guidance, and the consideration of dawah. Third, the implications of Junaid Sulaeman's political movement were known from the expansion of his local and national network, as well as the development of socio-religious institutions in Bone. The research concluded that a good cooperation between the ulama and the government could provide more benefits and blessings to the Law Number 16 of 2019 concerning Amendments to Law Number 1 of 1974 concerning Marriage raises the minimum age limit for brides from 16 years to 19 years. Responding to this issue, LBM MWC NU Batanghari East Lampung held a bahtsul-masail forum for istinbath al-hukm. Using a qualitative-participatory approach, this article examines the dynamics of the arguments in the forum and finds three crucial issues First, is balig was a prerequisite for a bride and groom? Second, was Aisyah's early marriage common or special? Third, does the State have the authority to restrict marriages? The pro-authority argument rests on the adage of state policy tasharruf al-imam based on maslahah 'ammah. On this basis, the State has the right to prohibit mubah man 'al-mubah, let alone regulating mubah taqyid al-mubah. Meanwhile, the counter argument is based on the privilege of wali as the holder of the right to marry off bride based on nash sharih so the qadhi judge and amir State are no longer authorized. However, the contra camp still affirms the a quo Law because there is marriage dispensation as an exit to achieve individual maslahah. Keywords Indonesia Law Number 16 of 2019, the State's authority, minimum age of bridge, LBM NU, marriage dispensation. Abstrak UU Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menaikkan batas usia minimal calon pengantin 19 tahun pria dan 16 tahun wanita menjadi 19 tahun untuk semua. Menanggapi isu ini, LBM MWC NU Batanghari Lampung Timur menggelar forum bahts al-masail untuk istinbath al-hukm. Dengan pendekatan kualitatif-partisipatif artikel ini mengkaji dinamika argumen dalam forum tersebut dan menemukan tiga isu krusial Pertama, apakah status balig merupakan syarat calon pengantin? Kedua, apakah pernikahan dini Aisyah berlaku umum atau khushusiyah? Ketiga, apakah negara berwenang membatasi perkawinan? Argumentasi pro-kewenangan berpijak pada adagium kebijakan negara tasharruf al-imam berpijak kepada maslahah 'ammah. Dengan basis ini, negara berhak melarang mubah man' al-mubah, apalagi mengatur mubah taqyid al-mubah. Sedangkan argumentasi kontra berpijak pada previlige wali sebagai pemegang hak menikahkan perempuan dengan berlandas nash sharih sehingga qadhi hakim dan amir negara tidak lagi berwenang. Namun, kubu kontra masih mengafirmasi UU a quo karena ada dispensasi nikah sebagai pintu keluar mencapai maslahah individu. Muhammad MuhammadThe aim of article to descriptive relationship between Nahdhatul Ulama institution and change of political culture in Indonesia. The first, explore many terminology of political culture, type of political culture and political behavior. Secondly, this article to analysis ideology of Nahdhatul Ulama and democracy. The last, this article recommended the new role of Nahdhatul Ulama to contribution in change of political culture in Indonesia. Purwo SantosoReligion plays an important but problematic role in complying with the prevailing global standard of liberal democracy. The root of the problem is actually the shortcut in institutionalizing political party as a modern set up for individual participation in public affairs. Despite its institutional defect, political parties officially serve as the only legitimate channel to enter the state through open competition. Hence, the need to win election resulted in mobilization of religious-based support, and religion serves more as commodity for solidarity making, rather than set of fundamental values. This paper examines the political pactices in bringing the principles of both democracy and religion into daily real life. It particularly focuses on the exercises of commoditizing religion by political parties. This commoditization of religion can be taken as clear evidence, the paper argues, that religion is ill-treated by the underperforming political Kiai dalam Dinamika Politik NU. KarsaDaftar Pustaka AbdurrahmanDaftar Pustaka Abdurrahman. 2009. Fenomena Kiai dalam Dinamika Politik NU. Karsa. Volume 15, Nomor 1 dan Perkembangan Nahdlatul UlamaChoirul AnamAnam, Choirul. 1999. Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama. Surabaya Bisma Satu Ulama Dalam "KonflikSayfa AchidstiDan TradisiRekonsiliasiAchidsti, Sayfa. 2010. Nahdlatul Ulama Dalam "Konflik", Tradisi, dan Rekonsiliasi. Fikra. Volume 1, Nomor 3 Patricians of NishapurRichard BulietBuliet, Patricians of Nishapur. Cambridge Harvard University Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup KyaiZamakhsyari DhofierDhofier, Zamakhsyari. 1984. Tradisi Pesantren, Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta Sosial Politik Kyai di IndonesiaMiftah FaridlFaridl, Miftah. 2007. Peran Sosial Politik Kyai di Indonesia. Jurnal Sosioteknologi. Volume 6, Nomor 11 dan Perubahan SosialHiroko HorikoshiHorikoshi, Hiroko. 1987. Kiai dan Perubahan Sosial. Jakarta LP3ES. - Nahdlatul Ulama atau yang disingkat NU adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia. Menurut data terakhir, NU memiliki jumlah anggota berkisar 40 juta orang 2013 hingga lebih dari 95 juta orang 2021. Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926 atau 16 rajab 1344 H di Surabaya, Jawa Timur, oleh KH Hasyim Asy'ari, kakek dari mantan Presiden Indonesia keempat, Abdurrahman Wahid atau Gus awal berdiri hingga sekarang, NU cukup berperan aktif dalam berbagai bidang, termasuk agama dan politik. Lantas, di balik pengaruhnya yang besar, apa latar belakang lahirnya Nahdlatul Ulama? Baca juga Tokoh-tokoh Pendiri Nahdlatul UlamaBuah pikir dari para kiai Sejarah lahirnya NU tidak lepas dari peran penting para pendirinya, yaitu KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Berdirinya organisasi NU bermula dari dibentuknya kelompok-kelompok diskusi yang terdiri atas sejumlah ulama. Jauh sebelum NU berdiri, pada 1914, KH Wahab Chasbullah lebih dulu mendirikan kelompok diskusi bernama Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran atau yang disebut juga Nahdlatul Fikr atau Kebangkitan Pemikiran. Tujuan didirikannya Nahdlatul Fikr adalah untuk memberikan pendidikan sosial-politik kepada kaum santri. Dua tahun berselang, pada 1916, para kiai pesantren mendirikan organisasi Nahdlatul Wathan atau Kebangkitan Tanah Air, yang bertujuan untuk melawan penjajahan Belanda. Home Politik Rabu, 22 Desember 2021 - 0605 WIBloading... NU didirikan di Surabaya pada 31 Januari 1926 M bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah oleh sekelompok ulama yang merupakan kepentingan Islam tradisional. Foto SINDOnews/Dok A A A JAKARTA - Nahdlatul Ulama NU akan menyelenggarakan Muktamar ke-34 hari ini, Rabu 22/12/2021. Nahdlatul Ulama yang artinya kebangkitan ulama merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki sejarah Nahdlatul Ulama tidak bisa dilepaskan dengan upaya mempertahankan ajaran ahlus sunnah wal jamaah aswaja. Ajaran ini bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ keputusan-keputusan para ulama sebelumnya, dan Qiyas kasus-kasus yang ada dalam cerita Al-Qur’an dan Hadits. Baca Juga Nahdhatul Ulama didirikan di Surabaya, Jawa Timur pada 31 Januari 1926 M bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah oleh sekelompok ulama yang merupakan kepentingan Islam tradisional, terutama sistem kehidupan pesantren.“Lahirnya Jami’iyyah NU didahului dengan beberapa peristiwa penting. Pertama adalah berdirinya grup diskusi di Surabaya pada tahun 1914 dengan nama Taswirul Afkar yang dipimpin KH Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur,” kata Bibit Suprapto dalam buku Nahdlatul Ulama Eksistensi Peran dan Prospeknya’, dikutip Rabu 22/12/2021.Menurut Masykur Hasyim dalam tulisan Merakit Negeri Berserakan’, NU lahir sebagai reprensentatif dari ulama tradisionalis, dengan haluan ideologi ahlus sunnah waljamaah. Tokoh-tokoh yang ikut berperan di antaranya KH Hasyim Asy’ari, KH Wahab Hasbullah, dan para ulama pada masa berdirinya Nahdlatul Ulama berkaitan erat dengan perkembangan pemikiran keagamaan dan politik dunia Islam kala itu. Pada tahun 1924 di Arab Saudi, sedang terjadi arus pembaharuan. leh Syarif Husein, Raja Hijaz Makkah yang berpaham Sunni ditaklukan oleh Abdul Aziz bin Saud yang beraliran Wahabi. Baca Juga Dikutip dari sebelum Nahdlatul Ulama dibentuk KH Hasyim Asyari terlebih dahulu melakukan sholat istikharah untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT. Sikap bijaksana dan kehati-hatian KH Hasyim Asyari dalam menyambut permintaan KH Wahab Hasbullah juga dilandasi oleh berbagai hal. Di antaranya posisi KH Hasyim Asyari saat itu lebih dikenal sebagai Bapak Umat Islam Indonesia Jawa. KH Hasyim Asyari juga menjadi tempat meminta nasihat bagi para tokoh pergerakan nasional. Peran kebangsaan yang luas dari KH Hasyim Asyari itu membuat ide untuk mendirikan sebuah organisasi harus dikaji secara mendalam. ormas islam kiai nahdlatul ulama kh hasyim asyari muktamar nu Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 7 menit yang lalu 18 menit yang lalu 1 jam yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 2 jam yang lalu - Nahdlatul Ulama NU tahun ini memasuki usia 100 tahun atau 1 abad apabila dihitung menurut penanggalan Hijriah. Hingga berusia 1 abad, Nahdlatul Ulama NU masih dikenal masyarakat sebagai sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia. Nahdlatul Ulama NU diketahui berdiri pada 31 Januari 1926 M atau bertepatan dengan 16 Rajab 1344 H. Baca juga Sejarah Pagar Nusa, Pencak Silat Nahdlatul Ulama Sejak awal berdirinya hingga saat ini, kontribusi Nahdlatul Ulama NU dalam pembangunan juga selalu terlihat dari waktu ke waktu. Peran NU di berbagai bidang kehidupan termasuk keterlibatannya di ranah politik membuat makin dikenal dan diperhitungkan. Baca juga Latar Belakang Lahirnya Nahdlatul Ulama Jelang Hari Lahir Harlah NU yang selalu diperingati tiap 31 Januari, simak sejarah singkat berdirinya organisasi ini. Baca juga Badan-badan Otonom Nahdlatul Ulama Latar Belakang Berdirinya Nahdlatul Ulama NU Melansir laman NU Online, para ulama pesantren Ahlussunnah wal Jamaah Aswaja mendirikan jam'iyah atau organisasi NU di kediaman KH Abdul Wahab Chasbullah di Kertopaten. Sebelumnya, KH Wahab Chasbullah juga pernah telah mendirikan organisasi pergerakan Nahdlatul Wathon atau Kebangkitan Tanah Air pada 1916. Kemudian beliau juga mendirikan Nahdlatut Tujjar atau Kebangkitan Saudagar pada 1918. Kemudian pada tahun 1914 didirikanlah kelompok diskusi Tashwirul Afkar atau kawah candradimuka pemikiran yang juga disebut sebagai Nahdlatul Fikr atau kebangkitan pemikiran. Pada saat mendirikan NU, para kiai juga mendiskusikan nama organisasi yang akan digunakan. Serupa dengan nama kelompok sebelumnya, tersebutlah usulan nama Nuhudlul Ulama yang berarti kebangkitan ulama. Namun, KH Mas Alwi Abdul Aziz kemudian mengusulkan nama Nahdlatul Ulama. Alasannya, konsekuensi penggunaan kata nahdlatul adalah kebangkitan yang telah terangkai sejak berabad-abad lalu. Hal ini mengingat bahwa Nahdlatul Ulama bukanlah hasil yang tiba-tiba mengingat ulama Aswaja memiliki sanad keilmuan dan perjuangan sama dengan ulama-ulama sebelumnya. Hal inilah yang kemudian membuat organisasi NU sebagai kelanjutan dari komunitas dan organisasi-organisasi yang telah berdiri sebelumnya, dengan cakupan dan segmen yang lebih luas. Tokoh yang Terlibat dalam Berdirinya Nahdlatul Ulama NU Pada hari bersejarah itu beberapa tokoh terlibat dalam pendirian organisasi NU antara lain KH Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, Jawa Timur KH Abdul Wahab Chasbullah Tambakberas, Jombang, Jawa Timur KH Bishri Syansuri Jombang, Jawa Timur KH Asnawi Kudus, Jawa Tengah KH Nawawi Pasuruan, Jawa Timur KH Ridwan Semarang, Jawa Tengah KH Maksum Lasem, Jawa Tengah KH Nahrawi Malang, Jawa Tengah H. Ndoro Munthaha Menantu KH Khalil Bangkalan, Madura KH Abdul Hamid Faqih Sedayu, Gresik, Jawa Timur KH Abdul Halim Leuwimunding Cirebon, Jawa Barat KH Ridwan Abdullah Jawa Timur KH Mas Alwi Jawa Timur KH Abdullah Ubaid dari Surabaya, Jawa Timur Syekh Ahmad Ghana’im Al Misri Mesir Adapun beberapa ulama lainnya yang juga hadir pada saat itu tak sempat tercatat namanya. Substansi Berdirinya Nahdlatul Ulama NU Melansir laman Gramedia, berdirinya Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan dukungan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah Aswaja yang bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma keputusan ulama terdahulu. Menurut Mustofa Bisri hal memiliki tiga substansi di dalamnya, yaitu 1. Syariat Islam sesuai dengan salah satu ajaran dari empat Madzhab Hanafi, Maliki, Syafiy, Hanbali. 2. Perspektif tauhid ketuhanan mengikuti ajaran Imam Abu Hasan Almaty Ali dan Imam Abu Mansur Al Maturidi Imam Abu Qosim Al Junaidi di bidang tasawuf Proses mengintegrasikan ide-ide Sunni berkembang. Cara berpikir Sunni di bidang ketuhanan bersifat eklektik memilih pendapat yang benar. Hasan al-Bashri seorang tokoh Sunni terkemuka dalam masalah Qodariyah dan Qadariyah mengenai personel, memilih pandangan Qadariyah. Pendapat bahwa pelaku adalah kufur dan hanya keyakinannya yang masih tersisa fasiq. Apa ide yang dikembangkan oleh Hasan AL Basri Belakangan justru direduksi menjadi gagasan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Tujuan Berdirinya Nahdlatul Ulama NU Organisasi ini lantas berkembang ke sejumlah kota di Indonesia dengan berpegang pada beberapa tujuan. Melansir laman Antara, dalam AD/ART NU tercantum bahwa tujuan NU adalah untuk menjaga berlakunya ajaran Islam yang menganut paham ahlussunnah wal jamaah aswaja. Lebih lanjut, Nahdlatul Ulama NU juga bertujuan untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan dan kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta alam. Hingga 96 tahun berdirinya NU, organisasi ini telah berkembang pesat dengan jejaring anggota dan pengurus yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air. Sumber KELAHIRAN FAHAM NAHDLATUL ULAMA’ NU berdiri pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tangal 31 Januari 1926 M dengan bercirikan Jamiyah Keagamaan. Akan tetapi jika dilihat dari segi kegiatan dan perjuangannya, ternyata bukan saja mengurus masalah-masalah keagamaan saja melainkan juga mengurus permasalah ke kehidupan ummat islam dan bangsa Indonesia umumnya. Hal ini menunjukkan beberapa motivasi para ulama’ pesantren mendirikan jam’iyah Nahdlatul Ulama’, di antaranya dan mengembangkan serta memberi kebebasan orang islam yang berhaluan Ahlussunnah Wal Jamaah dan berdasar salah satu madzhab yang empat. 2. Berkeinginan bekerjasama untuk mewujudkan kemaslahatan sebesar-besarnya bagi ummat islam. 3. Menanamkan dan terus mengobarkan semangat nasionalisme bagi terwujudnya kemerdekaan Indonesia. A. Latar belakang kelahiran Nahdlatul Ulama’ 1. Usaha para ulama’ membangkitkan semangat bangsa Indonesia mencintai tanah air dan membebaskan diri dari penjajah Indonesia adalah Negara yang subur, tanaman macam apapun dapat tumbuh di bumi Indonesia. Kalau kita naik pesawat terbang lalu melihat ke bawah, maka sepanjang mata kita memandang akan terlihat bentangang yang serba hijau. Kekayaan alampun melimpah ruah begitu pula kekayaan lautpun tidak terhitung banyaknya. Dalam hal rempah-rempah Indonesia termasuk penghasil yang terbesar. Itulah sebabnya pada zaman dulu perdagangan di Bandar-bandar Indonesia yang berpusatkan di Bandar malaka, ramai dikunjungi pendatang mancanegara. para ulama’ mempertahankan faham ahlussunnah waljamaah ulama’ ahlussunnah waljamaah menyadari, bahwa usaha belanda untuk memecah belah ummat islam Indonesia adalah dalam rangka mempertahankan penjajahannya di Indonesia. Demikian juga belanda menydari,bahwa ulama’ ahlussunnah waljamaah yang sebagian besar berada di pedesaan dengan pondok pesantrennya, di anngap merupakan hambatan bagi belanda dalam mempertahankan jajahannya di Indonesia. Untuk itu belanda berusaha memecah belah ummat islam dengan jalan meniupkan perbedaan “islam modern” dan “islam kolot atau tradisional”serta membantu poerkembangan usaha dari golongan yang menamakan dirinya”islam modern “dengan berbagai macam bantuan. Sedangkan ulama’ ahlussunnah waljamaah menolak segala macam bantuan dari pada,bahkan segala yang menyerupai di larang dalam rangka usaha untuk mempertahankan kelestarian kebudayaan Indonesia yang di jiwai dengan nafas islam . kelahiran nahdlatul ulama’ 1. Berdirinya komite HIJAZ dan lahirnya nahdlatul ulama’. Sebelum tahun 1924,raja yang berkuasa di mekkah dan madinah ialah Syarif Husen, yang bernaung di bawah kesultanan turki. Akan tetapi pada tahun 1926 Syarif husen digulingkan oleh Ibnu Suud. Ibnu Suud ialah seorang pemimpin suku yang taat kepada seorang pengajar agama bernama Abdul Wahhab dari Nejed yang ajaran-ajaranya sangat konservatif. Misalnya berdoa didepan makam nabi dihukumi syirik. Penguasa hijaz yang baru ini mengundang pemimpin-pemimpin islam seluruh dunia untuk menghadiri muktamar islam di mekkah pada bulan juni 1926. Di Indonesia kebetulan waktu itu sudah terbentuk CCC Centra Comite Chilafat disebut komite hilafat, dan duduk didalamnya berbagai wakil organisasi islam, termasuk Hasbullah. CCC yang akan menentukan utusan Indonesia kemuktakar tersebut. Berhubungan dengan itu, maka Wahab Hasbullah bersama-sama para ulama’ Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan dengan restu Hasyim Asy’ari memutuskan untuk mengirimkan delegasi sendiri kemukatamar pada juni 1926 dengan membentuk komite sendiri yaitu komite hijaz. Susunan Komite Hijaz Penasehat Abdul Wahab Hasbullah Cholil Masyhuri Ketua Gipo Wakil Ketua Syamil Sekretaris Muhammad Shodiq Pembantu Abdul Halim Pada tanggal 31 Jan 1926 komite mengadakan rapat di Surabaya dengan mengundang para ulam’ terkemuka di surabaya dan dihadiri Hasyim Asy’ari dan Asnawi Kudus. rapat memutuskan Asnawi Kudus sebagai delegasi komite Hijaz menghadiri muktamar dunia islam di mekkah. C. Tokoh-tokoh di balik berdirinya NU Kholil Kiyai Kholil lahir Selasa 11 Jumadil Akhir 1235 di Bangkalan madura nama ayahnya Abdul Latif, beliau sangat berharap dan memohon kepada Allah SWT agar anaknya menjadi pemimpin ummat. Pada tahun 1859 ketika berusia 24 th kiyai Kholil memutuskan untuk pergi ke mekkah dengan biaya tabungannya, sebelum berangkat beliau dinikahkan dengan Nyai Asyik di mekkah beliau belajar pada Syeikh di masjidil haram tetapi beliau lebih banyak mengaji pada para Syeikh yang bermazdhab syafi’i . Sepulang dari mekkah dari mekkah beliau dikenal sebagai ahli fiqih dan thoriqot bahkan ia memadukan kedua ilmu itu dengan serasi dan beliau juga hafizd kemudian beliau mendirikan pesantren di desa Cengkebuan. Kiyai Kholil wafat tanggal 29 Ramadlan 1343 H dalam usia 91 th. hampir semua pesantren di Indonesia sekarang masih mempunyai sanad dengan pesantren Kiyai Kholil. Hasyim Asy’ari Beliau adalah seorang ulama’ yang luar biasa hamper seluruh kiyai di jawa memberi gelar Hadratus Syeikh Maha Guru beliu lahir selasa keliwon 24 dzulqa’dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Feb 1871 di desa Gedang,Jombang. Ayahnya bernama Demak jawa bernama Halimah putrid Kiyai Utsman pendiri pesantren Gedang. Dalam rangka mengabdikan diri untuk kepentingan ummat maka Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren Tebuireng,jombang pada th 1899 M. Dengan segala kemampuannya,Tebuireng kemudian berkembang menjadi “ Pabrik” pencetak kiai. Pada tanggal 17 Ramadlan 1366 H bertepatan dengan 25 Juli 1947M Hasyim Asy’ari Memenuhi panggilan Ilahi. Wahab Hasbullah Beliau adalah seorang ulama’ yang sangat alim dan tokoh besar dalam NU dan bangsa Indonesia. Beliau di lahirkan di desa Tambakberas,Jombang,Jawa Timur pada bulan maret 1888. Semenjak kanak-kanak beliau dikenal kawan-kawannya sebagai pemimpin dalam segala permainan. Langkah awal yang ditempuh Hasbullah kelak sebagai bapak pendiri NU,itu merupakan usaha membangun semangat nasionalisme lewat jalur pendidikan yang sengaja dipilih nama nahdlatul Wathan yang berarti Bangkitnya Tanah Air. Tentang Muhammad Khofifi beragam aktifitas selalu mengakrabi kehidupan Muhammad Khofifi, eksdemonstran kelahiran desa Bulupitu gondanglegi Malang Jawa timur pada tanggal 18 Maret 1985 ini menempuh TAMAN KANAK-KANAK IBNU HAJAR LULUS PADA TAHUN 1999/1990 pendidikan MI MIFTAHUL ULUM Bulupitu lulus pada tahun pelajaran1994/1995 kemudian MTs IBNU HAJAR BULUPITU lulus pada tahun pelajaran 1998/1997 kemudian mengabdi di dalem ponpes Al HAFILUDDIN KYAI H. MUHAMMAD SHOLEH selam 2 tahun kemudian melanjutkan sekolah MA di MADRASAH ALIYAH RAUDLATUL ULUM Putra tahun pelajaran 2001/2002 kemudian lulus pada tahu 20004/2005 lulus kemudian tugas mengajar selama satu tahun di Pulau GARAM " madura" didesa pao paleh laok ketapang sampang madura kemudian pulang karna tidak kerasan kemudian bekerja menjadi Staff Perpustakaan selama satu 2006 dan tahun 2007 kemudian diangkat menjadi staff TU administra sampai tahun 2011 ditahun 2011 diangkat menjadi waka kesiswaanwaka sampai tahun 2013 lulus sertifikasi ditahun 2014,S1prodi tarbiyah di STAI AL QOLAM atau sekarang dikenal dengan IIQ jurusan PAI ditahun 2011 . Dan sampai sekarang masih mengajar di MA RU PA

apa motivasi para ulama pesantren mendirikan organisasi nahdlatul ulama